Kiat Menasihati Anak Zaman Now?
Oleh Dionisius Riandika
Susahnya Menasihati Anak
Seorang ayah berkisah tentang susahnya menasihati anak. Sebagai ayah, dia sudah mengizinkan anaknya bermain ke rumah teman. Tapi, setiap kali sang anak disuruh pulang selalu saja ngambek dan marah. Kesempatan untuk bermain gadget pun diberikan. Namun, saat waktunya berhenti kemudian diminta belajar, sang anak selalu membantah dan justru mogok belajar. Ketika kemudian dinasihati, anaknya tak peduli, tak mau mendengarkan. Justru masuk kamar dan mengunci diri.
Ilustrasi tersebut barangkali mewakili keprihatinan banyak orang tua zaman ini. Termasuk pula guru. Pernyataan “anak zaman sekarang susah dinasihati” menjadi lazim terdengar. Benarkah demikian?
Pada Dasarnya Semua Orang Tidak Suka Dinasihati
Apa yang muncul dalam pikiran kita mereaksi pernyataan di atas? Pada dasarnya semua manusia tidak suka dinasihati. Mari, sejenak kita refleksikan pernyataan tersebut dalam hati. Jika kita mau jujur, pasti kita seia untuk mengakui dan mengatakan: ya.
Sudah menjadi kecenderungan manusia untuk maunya didengarkan dan kurang mau mendengarkan. Seandainya saja kita mendengarkan nasihat-nasihat orang tua, alasan utamanya adalah untuk menghormati mereka. Masalah nasihatnya benar-benar kita dengarkan atau tidak itu soal nanti. Nah, kita sebagai orang dewasa saja tidak suka dinasihati, apalagi anak-anak.
Semua Orang Suka Mendengarkan Cerita
Siapa yang tidak suka mendengarkan cerita? Mulai dari anak-anak sampai orang tua pasti suka mendengarkan cerita. Inilah sebabnya, semua kitab suci mengajarkan nilai-nilai melalui riwayat, cerita-cerita, dan perumpamaan. Inilah yang melahirkan wayang menjadi salah satu media untuk bercerita dalam rangka menyebarkan agama. Inilah yang membuat nenek moyang kita menciptakan banyak dongeng yang awet turun-temurun untuk menyampaikan nasihat dan petuah kepada anak cucu serta generasi-generasi selanjutnya.
Dengan demikian, jelas bercerita adalah salah satu cara yang efektif dalam menyampaikan nasihat kepada anak-anak kita. Tentu saja, tidak asal cerita. Tentu saja, kita perlu tepat memilih waktunya. Jadi, mari kita nasihati anak-anak kita melalui dongeng yang penuh makna.
State yang Tepat
Sebagai pendidik, entah guru maupun orang tua, kita perlu mengenali state atau kondisi yang tepat untuk menasihati anak. Jelas, saat anak asyik bermain game lalu kita suruh belajar, mereka pasti bereaksi menolak. Pada kondisi anak menolak, sudah pasti dia tidak dapat menerima masukan atau nasihat. Mengapa? Karena dia sedang berada di state menolak, menolak orang lain, menolak masukan apapun yang bertentangan dengan kesenangannya bermain game.
Langkah cerdas kita adalah, mengenali state yang tepat saat anak dalam kondisi senang, fokus, tenang, baru kita beri masukan atau nasihat-nasihat. Pada saat itulah alam bawah sadarnya terbuka dan mudah menerima masukan.
Kapan state semacam ini muncul? Pada saat anak bermain game atau nonton acara kesukaan misalnya. Pada saat inilah justru kita seharusnya menanamkan berbagai hal positif termasuk nasihat bagi mereka. Tak perlu khawatir jika mereka seakan tidak mendengarkan. Memang pada kondisi ini pikiran sadar mereka fokus kepada hal-hal yang sedang mereka kerjakan, entah bermain game atau fokus pada acara favorit yang mereka tonton. Namun, di saat bersamaan pikiran bawah sadar mereka terbuka. Berbagai nasihat akan mudah masuk dan tertanam di sana.
Jadi, jangan buru-buru berkomentar, “Anak susah dinasihati.” Karena sejatinya, selama ini kitalah yang kurang tepat dalam melakukannya.
Dimuat di Majalah Educare No. 06/XVI/Juni 2018